Desember 25, 2017

Pegadaian Syar'i prosesnya bukan hasilnya

author photo 14.29

Penanya : Apa bedanya antara pegadaian konvensional dengan yang syariah, toh keduanya juga mewajibkan si pegadai untuk membayar dari pinjaman?



Kami jawab:

Bismillah..

Secara kasat mata memang hasil atau tuntutan yang dibebankan oleh pihak pegadain konvensional maupun pegadain syariah tidak jauh berbeda, kendati demikian bukan berarti memiliki hukum yang sama.

Di dalam akad yang diatur oleh Islam, baik akad jual beli maupun akad perkawinan, maka syariat Islam menitik beratkan kepada prosesnya, contoh yang mudah dipahami, misalnya ada dua orang yang mencari nafqah untuk keluarganya dengan cara yang halal dan satu lagi mencarinya dengan cara yang haram, namun apakah keduanya memiliki.hukum yang sama di dalam syariat Islam? jelas tidak sama hukumnya walaupun hasilnya sama yaitu mendapatkan uang.

Misalkan juga ada dua pria, yang satu menikah dengan wanita, kemudian menggauli istrinya lalu memiliki anak, dan satu lagi ada yang hanya menggauli wanita bukan istrinya (berzina), apakah keduanya memiliki hukum yang sama di dalam syariat Islam? Jelas tidak walaupun sama-sama menghasilkan anak. Yang satu dihalalkan dan satu diharamkan. Begitu juga dengan pegadaian konvensional dan pegadaian Syariah, tidak memiliki hukum yang sama antara keduanya.

Apa yang menjadikannya berbeda? Yang menjadikan dia berbeda adalah mekanisme pembayarannya, jika pegadaian konvensional dengan.sistem bunga sebagai pembiayaan terhadap apa yang dia gadaikan. Perbedaan utama antara pegadaian syariah dan konvensional terletak pada mekanisme pembayarannya. Jika pegadaian konvensional memberikan bunga (jasa pinjaman uang) sebagai pembiayaan manfaat barang yang digadaikan, sedangkan pegadaian syariah menggunakan akad pembiayaan ijarah yaitu akad sewa pemiliharaan barang nasabah di tempat gadaian. Semisal pegadaian dengan emas, bank konvensional membebani nasabah dengan bunga pinjaman, sedangkan dalan syaraih membebani dengan jasa sewa tempat barang yang di gadaikan yaitu emas.

Lalu timbul masalah selanjutnya yaitu apakah boleh di dalam syariat Islam tentang adanya dua akad di dalam satu kontrak?

Ibnu Mundzir di dalam kitabnya[1] menyetbutkan ijmak di kalangan ulama tentang larangan dua akad jual beli dalam satu kontrak. Karena Nabi saw bersabda:
نهى عن بيعتين في بيعة.
"Ia saw melarang dua jual beli di dalam satu kontrak".

Naum mereka berbeda pendapat tentang praktek yang dilarang di dalam hadits, sebagai berikut:

1.      Sebagian ulama ada yang berpendapat praktek yang dilarang ketika seorang berkata saya jual barang ini jika kontan dengan harga sekian dan jika dengan mengangsur sengan harga sekian kemudian sepakat tanpa adanya penentuan dengan harga kontan atau angsuran.

2.      Seperti berkata " Saya jual emas ini dengan syarat kamu jual emasmu"

3.  Imam Ahmad mrnafsirkan hadits di atas dengan berkata seseorang "Saya jual barang ini dengan syarath kamu ikut bekerja dengan ku.[2]

4.      Imam Syafi'i menafsirkan jual beli yang dilarang di dalam hadits tersebut dengan berkata: "Saya jual rumahku dengan syarat kamu jual budakmu.[3]

Setelah menyebutkan tafsiran jual beli terlarang dalam hadits, maka para ulama mereka memberikan dhawabit (standar) bolehnya dua akad dalam satu kontrak, jika standar ini tidak dipenuhi maka akad tesebut dihukumi dalam katagori akad yang tidak sah secara syariat. Diantara dhawabithnya adalah[4]:

1.      Hendaknya kedua akad itu bukan akad yang diharamkan dengan adanya dalil dari al-Qur'an dan Sunnah. Seperti akad jual beli.

2.      Dua akad yang tidak berlawanan. Seperti akad hibah dan jual beli.

3.      Dua akad yang tersusun antara akad muawadhah dan akad tabarru, seperti akad pinjaman dan jual beli.

4.      Dua akad yang tidak mengandung unsur penipuan dan dharar.

Dari pemaparan di atas kita bisa simpulkan bahwa akad pegadaian syariah memenuhi ketentuan di atas:

1.      Tidak diharamkan secara dalil al-Qur'an dan as-Sunnah.

2.    Akad rahn dan ijarah yang tidak berlawanan karena barang yang digadaiankan disimpan di sebuah tempat yang disewakan, dan uang tagihannya pun tidak dihasilkab dari pinjaman.

3.      Tidak dikatakan salam permasalahan ini bahwa akad ini terlarang karena terdapat akad mu'awadhah dan akad tabarru yang tidak boleh digambungkan antara keduanya. Kami jawab, Akad rahn dikatagorikan sebagai akad yang memilki dua sisi, bisa dikatakan akad mu'awadhah karena jika waktu gadainya telah habis maka yang memberi pinjaman boleh menjual barangnya bila si pegadai tidak bisa mengembalikan pinjamannya. 




Wallahu 'Alam bishawab


Penulis: Aminullah furqoni, lc




[1] Al-Isray ala al-madzhahib ualama hal 6/42.

[2] Al-mulakhhash -al-fiqhi/2/16).
[3] Shahihul fiqh wa adillatuhu ( 4/3/16).
[4] (uqud maliyah muraqqabah fil fiqh islami, (187).
Next article Next Post
Previous article Previous Post