Penanya : Apa bedanya antara pegadaian konvensional dengan yang syariah,
toh keduanya juga mewajibkan si pegadai untuk membayar dari pinjaman?
Kami
jawab:
Bismillah..
Secara
kasat mata memang hasil atau tuntutan yang dibebankan oleh pihak pegadain konvensional
maupun pegadain syariah tidak jauh berbeda, kendati demikian bukan berarti memiliki
hukum yang sama.
Di
dalam akad yang diatur oleh Islam, baik akad jual beli maupun akad perkawinan,
maka syariat Islam menitik beratkan kepada prosesnya, contoh yang mudah
dipahami, misalnya ada dua orang yang mencari nafqah untuk keluarganya dengan cara
yang halal dan satu lagi mencarinya dengan cara yang haram, namun apakah
keduanya memiliki.hukum yang sama di dalam syariat Islam? jelas tidak sama
hukumnya walaupun hasilnya sama yaitu mendapatkan uang.
Misalkan
juga ada dua pria, yang satu menikah dengan wanita, kemudian menggauli istrinya
lalu memiliki anak, dan satu lagi ada yang hanya menggauli wanita bukan
istrinya (berzina), apakah keduanya memiliki hukum yang sama di dalam syariat
Islam? Jelas tidak walaupun sama-sama menghasilkan anak. Yang satu dihalalkan
dan satu diharamkan. Begitu juga dengan pegadaian konvensional dan pegadaian
Syariah, tidak memiliki hukum yang sama antara keduanya.
Apa
yang menjadikannya berbeda? Yang menjadikan dia berbeda adalah mekanisme
pembayarannya, jika pegadaian konvensional dengan.sistem bunga sebagai
pembiayaan terhadap apa yang dia gadaikan. Perbedaan utama antara pegadaian
syariah dan konvensional terletak pada mekanisme pembayarannya. Jika pegadaian
konvensional memberikan bunga (jasa pinjaman uang) sebagai pembiayaan manfaat
barang yang digadaikan, sedangkan pegadaian syariah menggunakan akad pembiayaan
ijarah yaitu akad sewa pemiliharaan barang nasabah di tempat gadaian. Semisal
pegadaian dengan emas, bank konvensional membebani nasabah dengan bunga
pinjaman, sedangkan dalan syaraih membebani dengan jasa sewa tempat barang yang
di gadaikan yaitu emas.
Lalu
timbul masalah selanjutnya yaitu apakah boleh di dalam syariat Islam tentang
adanya dua akad di dalam satu kontrak?
Ibnu
Mundzir di dalam kitabnya[1]
menyetbutkan ijmak di kalangan ulama tentang larangan dua akad jual beli dalam
satu kontrak. Karena Nabi saw bersabda:
نهى عن بيعتين في بيعة.
"Ia
saw melarang dua jual beli di dalam satu kontrak".
Naum
mereka berbeda pendapat tentang praktek yang dilarang di dalam hadits, sebagai
berikut:
1.
Sebagian
ulama ada yang berpendapat praktek yang dilarang ketika seorang berkata saya
jual barang ini jika kontan dengan harga sekian dan jika dengan mengangsur
sengan harga sekian kemudian sepakat tanpa adanya penentuan dengan harga kontan
atau angsuran.
2.
Seperti
berkata " Saya jual emas ini dengan syarat kamu jual emasmu"
3. Imam
Ahmad mrnafsirkan hadits di atas dengan berkata seseorang "Saya jual
barang ini dengan syarath kamu ikut bekerja dengan ku.[2]
4.
Imam
Syafi'i menafsirkan jual beli yang dilarang di dalam hadits tersebut dengan
berkata: "Saya jual rumahku dengan syarat kamu jual budakmu.[3]
Setelah
menyebutkan tafsiran jual beli terlarang dalam hadits, maka para ulama mereka
memberikan dhawabit (standar) bolehnya dua akad dalam satu kontrak, jika
standar ini tidak dipenuhi maka akad tesebut dihukumi dalam katagori akad yang
tidak sah secara syariat. Diantara dhawabithnya adalah[4]:
1.
Hendaknya
kedua akad itu bukan akad yang diharamkan dengan adanya dalil dari al-Qur'an
dan Sunnah. Seperti akad jual beli.
2.
Dua
akad yang tidak berlawanan. Seperti akad hibah dan jual beli.
3.
Dua
akad yang tersusun antara akad muawadhah dan akad tabarru, seperti akad
pinjaman dan jual beli.
4.
Dua
akad yang tidak mengandung unsur penipuan dan dharar.
Dari
pemaparan di atas kita bisa simpulkan bahwa akad pegadaian syariah memenuhi
ketentuan di atas:
1.
Tidak
diharamkan secara dalil al-Qur'an dan as-Sunnah.
2. Akad
rahn dan ijarah yang tidak berlawanan karena barang yang digadaiankan disimpan
di sebuah tempat yang disewakan, dan uang tagihannya pun tidak dihasilkab dari
pinjaman.
3.
Tidak
dikatakan salam permasalahan ini bahwa akad ini terlarang karena terdapat akad
mu'awadhah dan akad tabarru yang tidak boleh digambungkan antara keduanya. Kami
jawab, Akad rahn dikatagorikan sebagai akad yang memilki dua sisi, bisa
dikatakan akad mu'awadhah karena jika waktu gadainya telah habis maka yang
memberi pinjaman boleh menjual barangnya bila si pegadai tidak bisa
mengembalikan pinjamannya.
Wallahu 'Alam bishawab
Penulis: Aminullah furqoni, lc