A. Wanita dalam Peradaban Kuno
1.
Wanita dalam peradaban Babilonion
Wanita dalam pandangan kaum Babilonion tidak mempunyai hak,
laki-laki dalam keluarganyalah yang memilikinya, kemudian haknya akan berpindah
dari bapak, saudara laki-laki kepada suaminya jika dia telah menikah. Suami
mempunya hak muthlak atas istrinya, sampai kepemimpinan Hammurabi yang
menetapkan beberpa peraturan baru diantaranya memberikan sangsi terhadap pelaku
zina wanita dan laki-laki, memberikan mahar kepada wanita yang ingin
dinikahinya, dan wanita mndapatkan warisan jika suaminya meninggal. Bahkan
banyak wanita masyhur dengan pujian masyarakat Babilonion terhadap wanita,
diantaranya istri dari istri dari raja zamril (1760-1780. SM) yiatu chipito
yang terkenal dengan tehnik kemiliterannya, yang menggambarkan sebagai wanita
pemberani.[1]
2.
Wanita dalam Peradaban Asiria
Pandangan terhadap wanita pada peradaban Asiria kembali kepada
peradaban sebelumnya
yaitu peradaban Sumeria, wanita mereka terkenal dengan Gnostisisme dan dapat menyihir wajahnya menjadi cantik, maka wanita Asiria
pada perdaban kuno (1521-2000 SM) meiliki haq dalam berkerja, dalam urusan
penulisan, administrasi perdagangan, dan mereka juga memiliki segel khusus.[2]
3.
Wanita dalam Peradaban Mesir Kuno
Peradaban sebelum Mesir Kuno menganggap bahwa yang memiliki
kekuasaan hanyalah laki-laki, wanita hanya memiliki peran tabiatnya sebagai
seorang istri dan ibu, sedangkan pada peradaban Mesir kuno mereka membuat
peraturan mengenai hak dan kewajiban seorang istri dan juga memberikan hak
warisan untuk mereka, dibandingkan peradaban sebelumnya, Mesir Kuno banyak
memberikan peradaban baru yang tidak dilakukan oleh bangsa-bangsa sebelumnya
terhadap wanita, yang mana mereka memberikan laqab (julukan) yang mulya
unuk kaum wanita, diantaranya shahibul Quwwah (pemilik kekuasaan) shahibul
Mahabbah (yang memiliki kecintaan), an-nabilah (cerdas) dan lain-lainnya, yang
menunjukan bahwa wanita dalam peradaban mereka dihormati, bahkan banyak
diantara wanita yang menjadi ratu,
diantaranya Merrit net, khentakaus, Natigrit, Hatsebtush dan lain-lainnya.[3]
Pada peradaban Afrika tidak ada banyak
perbedaan dengan peradaban bangsa lain, wanita dalam pandangan mereka sebagai
budak, dan kepunyaan kaum Adam, jika suami meninggal, maka istrinya harus taat kepada
keluarga suami, di samping itu wanita tidak memiliki kenggotaan dalam suatu
keluarga, oleh karenanya tingkat percerain sangat mudah dilakukan.[5]
5.
Wanita dalam Peradaban India
Meski dikenal dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaannya, peradaban
India menempatkan kaum perempuan pada derajat kehinaan. Pada umumnya,
masyarakat India mempercayai bahwa perempuan merupakan sumber dosa, kerusakan
akhlak dan pangkal kehancuran jiwa. Sehingga mereka tak memiliki hak-hak
kebendaan dan warisan. Bahkan hak hidup mereka juga dicabut ketika suami mereka
meninggal. Setiap perempuan harus dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya.
Wanita bagi bangsa india,dalam aturan Manu,bahwa dalam hak apapun wanita
hanyalah sebagai pelayan bagi suami dan ayahnya.Wanita tidak memiliki kebebasan
untuk menggunakan hartanya.
Keadaan kaum wanita di negeri India tidaklah lebih baik dibanding
keadaan mereka di negeri Yunani dan Romawi. Wanita dalam pandangan mereka
adalah sebagai budak, sedangkan kaum lelaki sebagai tuan. Karena, dalam
pandangan budak bagi suaminya, seorang janda menjadi budak terhadap
anak-anaknya. Pada zaman india kuno wanita menurut keyakinan sati adalah
bayang-bayang suaminya, maka apabila suaminya mati maka ia pun harus mati. Maka
apabila proses pembakaran jenazah suaminya dilakukan ia pun ikut dibakar
hidup-hidup, tradisi ini berakhir pada abad ke-17 M.[6]
6.
Wanita dalam Peradaban Persia
Orang-orang Persia berpendapat bahwa seseorang boleh saja menikahi
ibunya sendiri,saudara perempuan kandung,tante,bibi, keponakannya yang mahram
dan wanita-wanita mahram lainnya.Dalam pandangan bangsa Persia wanita
adalah orang yang dizhalimi haknya dan mudah ditimpakan hukuman berat hanya
karena kesalahan sepele. Apabila kasalahan tersebut masih dilakukan maka wanita
itu boleh untuk dibunuh.Menurut mereka seseorang boleh menikahi kerabatnya
seperti, ibunya, saudara perempuannnya, tantenya, bibinya,
keponakannya dan muhrim-muhrimnya yang lain.
Dan pada saat sedang
menjalani haid,seorang wanita akan diasingkan ditempat yang jauh dari kehidupan
manusia. Tidak ada yang boleh menemani kecuali para pelayan yang hanya bertugas
menyiapkan makanan. Tidak jauh berbeda dengan pandangan bangsa arab, bangsa persia
juga menghina kaum wanita dengan berbagai cara.[7]
7.
Wanita dalam Peradaban Romawi
Masyarakat romawi terbiasa memandang isteri
seperti balita, atau anak remaaja
yang harus selalu
diawasi. Wanita selalu
dibawah perlindungan dan pengawasan suaminya. Selama masa
itu bila seorang
wanita menikah, maka dia
dan segala miliknya
berada dibawah
kekuasaan suami. Tidak
hanya itu, suami juga
mengambil alih hak-hak
isteri. Apabila seorang
isteri melakukan sesuatu kesalahan,
maka adalah hak
suami untuk menjatuhkan
hukuman baginya. Seorang suami
bahkan berhak memvonis
ati terhadap isterinya. Seorang isteri
di Roma tidak
lebih sekedar barang
koleksi (perabot) milik suami.
Jadi kedudukannya sebanding
dengan seorang budak
yang sematamata tugasnya
menyenangkan dan menguntungkan
tuannya.
Wanita tidak diijinkan untuk
mengambil bagian dalam
segala persoalan, baik
yang bersifat pribadi maupun
kemasyarakatan. Dengan kata lain, dia tidak berhak menerima surat kuasa, saksi,
menjadi penjamin orang lain dan bahkan menjadi wali. Steri tidak lebih sebagai
sekedar barang pajangan dalam rumah tangganya. Apabila suaminya meninggal,
maka semua anak
laki-lakinya (baik kandung
maupun tiri), terutama saudara
laki-lakinya berhak atas
dirinya.[8]
8.
Wanita dalam Peradaban Cina
Wanita dalam pandangan Cina tidak jauh berbeda dengan saudaranya
yaitu bangsa Persia, belum ada perundangan tentang wanita, hingga datang salah
satu pemimpin mereka (2736-2852 SM) yang
bernama Fushi, kemudian membuat perundangan tentang wanita, kendati demikian tetap saja
wanita saat itu tidak memiliki kekuasaan, diceritakan bahwa mereka menikahi
anak kecil perempuan dengan memberikan uang pesanan pernikahan kepada bapaknya,
kemudian jika dia sudah berumur 12 tahun, maka dibawalah anak itu dengan pelana
kepada laki-laki yang memesannya untuk dikawinkan.
Menurut mereka wanita tidak berhaq mewarisi dari keluarganya,
wanita hanyalah memasak di rumah, memberikan makan anak,suaminya dan mengambil
air di sungai.[9]
9.
Wanita dalam Pradaban Yunani Kuno
Pada masyarakat Yunani yang banyak melahirkan
para pemikir, terutama para
filosop, hak dan
kewajiban perempuan tidak
banyak disinggung. Di kalangan
elite mereka, wanita-wanita
ditempatkan (disekap) dalam
istana-istana. Sedangkan di kalangan bawah, mereka menjadi komoditi yang
diperjual belikan. Mereka yang berumah
tangga sepenuhnya berada
di bawah kekuasaan suaminya. Mereka
tak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak warispun tidak ada.
Di
masaa Yunani Kuno
ini wanita dipaksa
memikul dengan tanpa persetujuannya, karena
memang persetujuan tersebut
dianggap sebagai sesuatu yang
tidak perlu. Orang
tua mengharuskan putrinya
tunduk sepenuhnya pada kehendak
mereka, meskipun harus
menikah dengan orang yang tidak disukai.
Wanita-wanita Yunani harus
tetap selalu mentaati
segala sesuatu yang dating dari laki-laki, apakah dia itu ayahnya,
saudara laki-lakinya, suaminya bahkan paman-pamannya. Selama
kejayaan peradaban Yunani, wanita suci
dipandang sebagai sesuatu
yang amat berharga.
Wanita-wanita Yunani mengenakan
sejenis cadar, mereka
ditempatkan di asarama
khusus wanita. Wanita di Yunani
terklasifikasi menjadi 3
(tiga) macam yaitu:
1-para pelacur yang semata
bertugas pemuas nafsu
laki-laki; 2-selir-selir yang
tugasnya merawat tubuh dan kesehatan tuannya, memijat; 3-para isteri yang
bertugas merawat dan mendidik anak-anak sama seperti apa yang dilakukan oleh
para pengasuh anak atau baby sister dewasa ini.Kedudukan wanita
tidak lebih hanya
berputar di sekitar
itu. Pada akhirnya rumah-rumah
pelacuran (bordil) menjadi
pusat perhatian semua kelas dalam masyarakat Yunani. Dan
segala keputusan yang daang dari pusat (bersifat nasional) berada di bawah
pengaruh wanita. Tempat tinggal menjadi tempat
pemujaan, karena wanita
memang dipersembahkan oleh
Aphrodite (dewi cinta dan kecantikan, yang mengkhianati suaminya dan
bercinta dengan tiga dewa yang lain.[10]
10.
Perempuan dalam masyarakat Arab Pra Islam
Muhammad Abduh berkata ketika mendeskripsikan
keadaan bangsa Arab sebelum diutusnya nabi Muhammad Saw. “bangsa Arab dahulu
saling berperang antar kabilah, terlebih masalah kepuasan syahwat, mereka
bangga jika membunuh kepala suku, merampas harta, membuat berhala dari manisan
mereka sembah, namun tatkala mereka lapar, mereka pun memakannya, dan diantara
kebiadaban mereka terhadap wanita adalah membunuh anak perempuan mereka karena
bagi mereka anak perempuan adalah aib.[11]
B. Wanita dalam sejarah Islam
Berbeda dengan agama Kristen tentanng wanita,
dengan pemahaman kelirunya terhadap kitab Injil awal, yaitu bahwa karena
pelanggaran Hawalah, Adam diusir dari surge, menurut mereka Hawa dianggap
sebagai penggoda Adam, bertanggung jawab atas kejatuhan Adam. Maka tidak heran
mereka menempatkan wanita secara inferior dalam permasalahan agama maupun dunia, akibatnya mereka tidak
mempunyai hak waris.
Barulah Islam datang untuk pertama kalinya
diberikan haq legal yang semistinya atas harta benda. J.M Robert sejarawan
terkenal mengatakan “kedatangannya dalam banyak hal revolusioner. Islam
mempertahkan perempuan, misalnya pada posisi inferior tetapi mereka hak-hak
legal atas harta benda yang tidak diberikan kepada wanita eropa hingga abad
ke-19.[12] Berikut beberapa bukti sejarah wanita-wanita
dalam Islam, sebagai penguat bahwa Islam adalah agama yang “ rahmatan
lil’alamin”:
1. Shahabiyah Nabi Muhammad Saw
Banyaknya sahabat wanita dan berbagai segi
biografi mereka yang berbeda mendorong para penyusun biografi untuk memasukan
sebagian di antara mereka ke dalam karya-karyanya yang khusus berisi para
perowi hadits, diantaranya dalam kamus biografi azd-Dzahabi untuk tujuh abad
pertama Islam terdapat 54% perowi wanita dari kalangan sahabiyah.
Ini menunjukan bahwa Islam agama yang memberikan wanita peran besar untuk
menyebarkan ilmu.[13]
Diantaranya yaitu Khadijah yang memiliki kecantikan, kekayaan
melimpah, status sosial terhormat dan pengusaha yang sukses. Khadijah adalah
istri yang ideal yang senantiasa menyertai Muhammad dalam kondisi apapun
sampai, beliau juga orang yang pertama kali membenarkan wahyu yang diturunkan
kepada nabi Muhammad Saw, sampai akhirnya khadijah pada umurnya ke-65 tahun
beliau diwafatkan. [14]
Kemudian Aisyah. Sebagai
istri Rasulullah SAW, peran Aisyah tidak terbatas pada hal domestik
kerumahtanggaan. Sejarah mencatat bahwa para istri Nabi selalu mendampingi Nabi
ketika berperang. Aisyah menjalankan peran ini dengan penuh keikhlasan dan suka
cita, Perhatian Aisyah terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan secara umum
juga sangat besar. Salah satu buktinya adalah Aisyah mampu memberikan jawaban
terhadap persoalan-persoalan yang dikemukakan para sahabat. Dan Hisyam bin
Urwah pernah berkata: “Pada zamannya tidak ada orang yang menandingi Aisyah
dalam tiga bidang ilmu yaitu: ilmu fiqh, ilmu pengobatan dan ilmu syair”.[15]
2. Perempuan pada dinasti Ummayyah
Diantara wanita yang popular pada dinasti Bani Umayah terdapat Tokoh
sufi perempuan yang terkenal yaitu Rabiah Al-Adawiyah. Nama lengkapnya yaitu
Ummu al-Khair bin Isma’il Al-Adawiyah Al-Qisysyiyah. perempuan keempat dari empat
bersaudara. Rabiah dilahirkan dari pasangan suami istri yang hidup miskin
bahkan Rabi’ah pun dilahirkan tanpa adanya lampu penerangan. Rabi’ah lahir di
kota Basrah, Iraq pada tahun 94 H. Beliau wafat di kota Basrah, Iraq tahun 185
H. Rabia’ah al- Adawiyah adalah sufi wanita yang memberi nuansa tersendiri dalam
dunia tasawuf dengan pengenalan konsep mahabbah.
3. Perempuan pada dinasti
Abbasiyah
Diantara perempuan yang terkenal pada dinasti ini adalah Haizuran yang
dengan kecantikannya dan kecerdasannya dapat melepaskan diri dari perbudakan
dan menjadi istri al-Mahdi, putra al-Mansur dan menjadi ibu dari dua khalifah
berturut-turut al-Hadi dan khalidah Harun al-Rasyid yang termashur itu.
Ketajaman mata al-Mansyur lah yang melihat sifat baik Khuziaran budak perempuan
dan memasukannya ke dalam rumah tangga anaknya al-Mahdi, yang menjadi khlaifah
penggantinya. Khaizuran adalah orang yang sangat ambisus dalam politik. [16]Tatkala
al-Mansyur, yang akan memebelinya, pertama kali menanyakan asal-usulnya,
khaizuran menjawab bahwa ia tak punya keluarga lagi. Namun kemudian, ketika
kedudukannya telah mantap, ia membawa beberepa kerabatnya ke istana dan
mendapat kedudukan yang baik.[17] Khuzairan
bukan saja cerdik namun juga cerdas.
[1]
Hal 15,al-Marah Abrattarikh, Afran Sulaiman,
[2]
Hal 16, al-Marah Abrattarikh, Afran Sulaiman,
[3]
Hal 2-5Abdul Halim, Al-mar’ah fi Mishr Qadimah, maktabah Iskandaria, 2003
[4]
Maksudnya adalah suku-suku yang tinggal di bagian selatanm dan barat Afrika
[6]
Hal 255, Islam dan Hak asasi manusia pandangan Nurkhalis Majid, Mohamad Monib,
Cet I, Jakarta PT. Gremedia Pustaka Utama 2011,
[7]
Magdelena, KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PERJALANAN SEJARAHAl-Ulum, Vol. 2, tahun
2013,
Sejarah, (Risalah Gusti, Surabaya, 1994) 10
[9]
Hal 23, al-Mar’ah ‘Abrat Tahrikh
[10]
Hal 44 vol
[11]
Hukukul Mar’ah Baina al-Islam wa al-Gharb, hal.5 , Muhammad Hasan, Sudan
University,
[12]
Hal 53, Antara Islam dan Barat, Wahiddun Khan.
[13]
Ruth Roded, Hal 47, Kembang Peradaban Citra Wanita di mata penulis Biografi
Muslim.Mizancet. I, 1995
[14]
hal 104, Women in Islam, (Markus Wiener Publishing 1992)
[15]
Hal 48 Kembang peradaban
[17] N.
Abbott , Two Queens of Baghdad: Mother and Wie of Harun al-Rasyid (chicago:
University of Chicago press 1946) h.226
This post have 0 comments
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100