April 20, 2023

SERUNYA S2 DI AL-AZHAR

author photo 18.41


Al-Azhar adalah kiblatnya ilmu keislaman yang eksis sampai hari ini. Sejak abad ke-19, Al-Azhar menjadi salah satu destinasi belajar para tokoh dan ulama Nusantara. Bahkan, banyak pelajar dari berbagai belahan dunia yang tertarik untuk belajar Islam melalui bimbingan para ulama Al-Azhar.

Tahun 2016, saya sempat melanjutkan S2 di Indonesia. Belum genap satu tahun, saya merasa tidak puas dengan matkul yang diajarkan. Sangat praktis. Misalnya, pelajaran usul fikih. Kitabnya Abdul Wahhab Khallaf. Itulah yang mendorong saya untuk kembali lagi ke Cairo. Melanjutkan studi S2 di Universitas Al-Azhar, jurusan Fikih Perbandingan Madzhab

Tahun 2017-2018, saya resmi mendaftar tamhidi (masa persiapan sebelum menulis tesis). Saya sangat menikmati proses belajar S2, di Universitas Al-Azhar. Bagi saya, masuk kuliah, bertemu dosen, semua itu kebahagiaan. Selama S2 saya pernah tiga kali absen kuliah, itupun karena sakit.

Perjalan tamhidi saya, ternyata tidak selalu lancar. Saat tamhidi satu, saya pernah gagal di satu matkul. Nama matkulnya asy-syarikat fi al-fikh al-islami wa al-qanun. Untuk mengobati penasaran saya. Saya ingin mengajukan tadzollum, maksudnya lembar jawaban saya minta diperiksa kembali

Setelah memroses tadzollum ternyata tidak ada kabar juga. Karena melihat proses yang begitu lama, dan tidak pasti, saya menghadap dekan fakultas pasca sarjana. Hasilnya pun nihil, setiap kali datang ke sana hanya disuruh menunggu dan menunggu. Akhirnya, saya kepikiran untuk pergi ke Grand Syaikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Tayyib di Luxor. Tujuannya cuman satu: meminta agar lembar jawaban saya dikoreksi ulang.


Pagi hari di musim dingin, saya bersiap untuk berangkat ke Luxor. Nekat. Kalau sudah berjodoh pasti ketemu Syaikh Al-Azhar di sana. Saya pun pergi tanpa menghubungi siapapun, kalau ketemu beliau yaa syukur, kalau tidak juga gak apa-apa, yang penting saya sudah membuat surat pengajuan banding ke Syaikh Al-Azhar. Seandainya hanya diterima oleh keluarganya, mungkin mereka yang akan menyampaikan ke Syaikh Al-Azhar. 


BERTEMU GRAND SYAIKH AL-AZHAR 

Tiba di Sahah ath-Thoyyib, di kediaman Syaikh Al-Azhar. Tampak di depan gerbangnya ada tank dan polisi, padahal saya gak bawa passport, karena lagi perpanjang izin tinggal. “Ada Syaikh Al-Azhar ?” tanya saya ke polisi. “Iya, ada, kamu mau ngapain?” tanya polisi.  Saya mau menyerahkan risalah. “okay, masuk aja.” “Dia mau nyerahin risalah dukturah,” terang polisi ke kawannya. Saya merasa lega karena tidak ditanya identitas, pasport dan lainnya.

Setelah menunggu beberapa menit, Syaikh Al-Azhar masuk ke ruangan, semua yang ada di ruangan berdiri, dan ngantri untuk bersalaman, begitu tiba giliran saya yang salaman, beliau tersenyum dan menyapa, “Marhaban ya Bunayya (selamat datang anakku).” Kemudian semuanya duduk kembali.

Orang pertama yang dipanggil adalah saya. Saya orang asing sendiri. Di depan meja kecilnya saya berdiri sembari dikelilingi oleh para hadirin. “Kamu dateng sendiri ke sini?” tanya Syaikh Al-Azhar pada saya. “Iya, wahai Syaikh al-Imam (panggilan masyhur beliau di Luxor), jawab saya ta’dhim. “Apa ada yang ingin disampaikan?” “Ada wahai Syaikh al-Imam.” Kemudian saya keluarkan sebuah surat, namun ia tidak berkenan. Ia minta saya bercerita tentang masalah yang dihadapi.

Setelah saya sampaikan semua curhatan kepadanya, ia bertanya lagi, “kenapa kamu baru datang bulan ini, kenapa gak bulan sebelumnya? Kamu ketinggalan, karena sekarang sudah masuk tahu ajaran baru,” terang Syaikh al-Imam. Saya pun coba menjawab pertanyaannya, “Saya sudah berusaha ke dekan fakultas dan yang lainnya tapi tidak digubris juga.” Suasana pun sempat hening sesaat, saya pun membaca doa dalam hati "رب اشرح لي صدري ويسر لي أمري" .

“Baik, saya akan coba bantu kamu," tegas Syaikh al-Imam. Seketika, ia menelpon penasihatnya Prof. Dr. Abu Hamid Abu Tholib. “Ini ada wafid (mahasiswa asing) minta tolong ke saya, ia mau koreksi ulang matkul yang merah. Matkul lainnya bagus. Dia mahasiswa mujtahid. Nilainya ada yang mumtaz, jayyid jiddan. Hanya saja ada satu matkul yang merah, nilainya 53, bisa kamu bantu yah,” tegas Syaikh al-Imam. Dr. Abu Hamid pun menjawab, insyaallah besok saya ada di kuliah jam 10, setelah itu saya akan safari ke luar Mesir. 

Setelah berakhirnya percakapan dengan Dr. Abu Hamid, Syaikh al-Imam menuliskan catatan kecil di selembar kertas, jam dan tempat janjiannya. Sampai sekarang saya masih menyimpan kertas tersebut, dan tiket bus yang saya beli. Lumayan buat kenang-kenangan walaupun, tidak sempat foto barsamanya. 

Sebelum meninggalkan kediaman Syaikhul al-Imam saya diperkenalkan kepada seorang profesor filsafat Dr. Yusri Jafar. Saat itu, ia ada di samping Syaikhul al-Imam. “Apakah kamu kenal Dr. Yusri Jafar?” “Saya belum kenal beliau, Syaikhul al-Imam, sepertinya ia tokoh terkenal.” Kemudian hari, saya tahu, ia adalah mudir di Madrasah Asyariyah di masyikhah azhar. 

Setelah menyantap hidangan lezat dari Syaikh al-Imam bersama Dr. Yusri Jafar. Syaikh al-Imam memberi ongkos, dan mengamanahi saya untuk pulang bareng Dr. Yusri. Tiket pulang pun dibayarin oleh Dr. Yusri. Katanya, kamu jangan bayar sepersepun yah. Perintahnya. Setalah sampai di Kairo, saya dan Dr. Yusri dijemput sama sopir dan mobilnya Syaikh Azhar, untuk diantar ke Rob'ah, Nasr City, Cairo. 

Keesokan harinya, saya bertemu dengan Dr. Abu Hamid Abu Tholib di kuliah. Saya temuinya di ruang yang agak mojok. Ia pun tersenyum lebar saat saya bilang, “saya Furqon yang kemarin ke Syaikhul Imam.” “Kamu berangkat sendirian?” Tanya Dr. Hamid. “Iya, duktur,” jawab saya. “InsyaAllah kamu akan lulus dan orang-orang yang semisal kamu," terangnya dengan penuh semangat.  

Setelah tiga bulan, Baru lah keluar keputusan bahwa mahasiswa yang nilainya 50 di salah satu matkul saja dinyatakan lulus. Alhamdulillah. Termasuk saya. Saya dinyatakan lulus dan berhak untuk masuk ke tamhidi dua. Bukan hanya saya saja, namun bisa dibilang puluhan mahasiswa yang senasib dengan saya ikut lulus juga. 


MEMPERJUANGKAN JUDUL TESIS 

Ada enam judul tesis yang sudah saya ajukan selama satu tahun. Semuanya tidak diterima oleh tim dosen jurusan Fiqh Muqaran. Saya pun berkonsultasi dengan kawan asal Tunisia. Ia menyarankan agar datang ke dosen yang berpengaruh dalam penentuan judul. Saya pun berkonsultasi dengan Dr. Abdul Aziz Faraj. Ia memberi saya judul dan menandatangani proposal tesis yang saya buat. 

Saya kira semua akan berjalan mulus. Ternyata tidak. Judul saya diterima di Jurusan Fikih Muqaran dan Qanun Khas. Sayangnya, judul tersebut dipermasalahkan di tingkat fakultas, karena ada satu dosen yang sangat berpengaruh di tingkat fakultas yang tidak setuju. Alasannya karena judul ini terlalu berat bagi seorang mahasiswa asing.

Saya pun kecewa dengan alasan itu. “Mengapa judul saya ditolak lagi, sedangkan judul itu sudah disetujui oleh para dosen di masing-masing jurusan? Kalau alasannya karena  judul tesis kurang tepat, saya terima, tapi kalau alasannya berat bagi saya untuk menyelesaikan tesis itu, saya tidak terima.”

Beberapa dosen pun menganjurkan untuk mengubah judul tersebut, namun saya bersikeras untuk memperjuangkan judul itu. Hingga saya kepikiran untuk mengajukan syakwa ke Syaikhul Imam. Kebetulan saya kenal dengan orang dekat Syaikhul Imam di Luxour. Akhirnya saya tulis surat dan saya kirimkan via orang tersebut. Saya bermunajat dengan khusu' agar surat saya dibaca oleh Syaikh Azhar.

Dua hari berlalu, pada malam kedua, saya bermimpi membawa surat itu, dan berdiri di depan gerbang rumah Syaikh Azhar. Pagi harinya saya mendapatkan telepon dari nomer yang saya tidak kenal, dia bilang, “saya penasehat Syaikhul Azhar.” Namanya Dr. Abdudaim. Ia bilang, “Syaikhul Azhar membaca surat kamu. Ia memerintahkan saya untuk mengurus syakwa yang kamu ajukan.

Betapa senangnya saya hari itu. Tidak henti-hentinya saya ucapkan rasa syukur kepada-Nya. Doa dan usaha saya untuk dapat judul tesis akhirnya mendapatkan titik terang. Masya Allah kalau sudah Syaikhul Azhar yang memutuskan, tidak ada yang bisa menolak. Keputusan judul tesis saya yang semula dipermaslahkan dapat disetujui dan diterima oleh semua pihak. Alhamdulillah.

Tidak terasa, saat ini saya sudah sampai di akhir masa S2. Saya merasakan bahwa belajar S2 di Universitas Al-Azhar itu seru banget. Sehingga saya menyimpulkan, dalam belajar, yang harus kita lakukan hanya berdoa, berusaha, kemudian menikmati prosesnya. Tidak lebih dari itu. Saya telah membuktikannya. Sekarang giliran kalian yaaaa. S2 di Al-Azhar, siapa takut?



Aminullah Furqoni 

This post have 0 comments


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post