Rubrik: Fikih
Lima Argumentasi Penolakan Metode Hisab dan
Sanggahannya.
Perdebatan mengenai penentuan awal Ramadhan dengan
metode rukyat al-hilal atau dengan metode hisab bukan baru terjadi di masa-masa
kini, namun jauh sebelum itu Ibnu Taimiyyah mendiagnosa perdebatan ini sudah
terjadi pada masa sahabat. Ibnu Taimiyah menyebutkan dalam fatwanya:
ولا ريب أنه ثبت بالسنة الصحيحة واتفاق الصحابة أنه لا
يجوز الاعتماد على حساب النجوم كما ثبت عنه في الصحيحين أنه قال: إنا أمة أمية لا
نكتب ولا نحسب صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته.
"Dan tidak diragukan
bahwa di sana terdapat hadits shahih, dan kesepakatan para sahabat bahwa tidak
boleh berpatokan dengan metode hisab. Sebagaimana termaktub dalam hadits shahih
(Bukhari dan Muslim), bahwa Nabi Saw.: bersabda: "Kita ini adalah umat
yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung,
berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa)
dengan melihat hilal". (lihat: Majmu al-Fatwa, Ibnu Taimiyah,
25/207).
Dalam artikel ini penulis akan menyebutkan beberapa
argumen penolakan metode hisab serta bantahannya:
1. Metode dalam menetapkan
hilal Ramadhan hanyalah dengan metode rukyat hilal, karena ia adalah perkara
yang bersifat ta'abudi (aspek ritual) tidak bisa digantikan dengan yang
lain.
Bantahan:
Wasilah
dalam mencari hilal Ramadhan bukan merupakan ta'abudi, melainkan ta'aquli
(pensyariatannnya bisa dicerna oleh akal) yang terbuka di dalamnya pintu
ijtihad. Buktinya:
ketika
hilal terhalang oleh kabut atau cuaca mendung, maka Rasulullah Saw. menggunakan
metode ikmal al-iddah (menyempurnakan bilangan) menjadi tiga puluh hari.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa yang dituntut adalah presisi dalam mencari
hilal yang dalam konteks ini metode hisab menjadi solusi.
2. Metode rukyat adalah sebab
wajibnya puasa Ramadhan, sebagaimana dalam hadits Nabi Saw. :
صُومُوا
لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِي عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
"Puasalah kalian bila melihat hilal. Berhentilah puasa bila melihat
hilal. Bila hilal itu tidak nampak oleh kalian, maka genapkanlah Sya’ban itu
tiga puluh hari.” (HR. Bukhari).
Bantahan:
Rukyat
bukanlah sebab pertanda wajibnya puasa Ramadhan, yang menjadi sebab pertanda
wajibnya puasa Ramadhan ialah masuknya bulan Ramadhan. Imam Nawawi berkata :
وَلَا يَجِبُ صَوْمُ رَمَضَانَ إلَّا بِدُخُولِهِ
وَيُعْلَمُ دُخُولُهُ بِرُؤْيَةِ الْهِلَالِ
"Dan
tidak wajib puasa Ramadhan kecuali dengan masuknya bulan Ramadhan dan diketahui
masuknya dengan melihat hilal" (al-Majmu', Imam Nawawi, 6/270).
Dari
pernyataan Imam Nawawi dapat dipahami
bahwa rukyat hanyalah sebagai instrumen untuk melihat hilal, jika ada
suatu instrumen yang lebih akurat dalam mengetahui hilal maka metode hisablah
penggantinya.
Pernyataan
bahwa metode rukyat adalah cara satu-satunya dalam mengetahui hilal juga disangkal oleh ulama sekaliber al-Ghumari : "Kewajiban puasa Ramadhan
tidak bergantung kepada rukyat semata, melainkan ia hanyalah instrumen yang mengantarkan agar dapat
mengetahui hilal..." (Taujihul
an-Andzhor li Tauhidil Muslimin fisshaoum wal ifthor, 40-41).
3. Ijmak ulama bahwa rukyat
adalah metode satu-satunya yang digunakan dalam menentukan awal Ramadhan.
Bantahan:
statement ini dapat dibatalkan, karena di sana terdapat para fuqaha yang
berpendapat bolehnya menggunakan metode hisab dalam menentukan awal Bulan
Ramadhan, bukan sedikit namun banyak, seperti: Ibnu Qutaibah, Abdullah bin
Syukhair, Ibnu Suraij, Ibnu Subki, al-Qaffal, Abu ath-Thoyyib, Qadhi Abdul
Jabbar, Ibnu Daqiq al-Ied, Syihabuddin ar-Ramli dan lain-lainya.
4. Metode hisab itu sulit,
tidak bisa diterapkan oleh semua orang.
Bantahannya:
Statement
semacam ini sudah lawas, malah sebaliknya pada zaman ini dengan berkembangnya
teknologi, penggunaan metode hisab memudahkan masyarakat muslim, karena tidak perlu
lagi untuk menunggu pengumuman rukyah hilal sampai berjam-jam. Sedangkan Islam
agama yang menganjurkan kemudahan. Allah Swt. berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ
الْعُسْر...
Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS:
al-Baqarah: 185).
5. Metode rukyat didukung
oleh al-Qur'an, sedangkan metode hisab itu bid'ah tidak ada landasannya:
Allah
Swt. berfirman:
فَمَن شَهِدَ
مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ
(Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu). (QS: al-Baqarah; 185).
Makna
lafadz "syahida" pada ayat di atas menunjukan penglihatan
secara panca indra yakni metode rukyat, bukan hisab.
Bantahannya:
-
Para mufasirin mengartikan kata "syahid" dengan "hadhara"
yakni orang yang muqim tidak bersabar. (Anwar at-Tanzil, Imam
Baidhori, Tafsir Ibnu Katssir).
-
Metode hisab bukan termasuk bid'ah, karena ia didukung oleh al-Qur'an,
dalam surat Yunus ayat 5 menyebutkan bahwa menghitung gerak matahari dan bulan
sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. (lihat;
Tafsir Mafatih al-Ghaib, ar-Rozi, (13/78).
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا
وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ
"Dialah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang
menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan
perhitungan (waktu). (QS: Yunus; 5).
Wallahu
ala bishawab.
Aminullah Furqoni, Lc, MA
This post have 0 comments
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100