Wajib Mencuci Bejana yang Dijilat Anjing, Apakah karena Anjing itu Najis ?

Ulama Malikiyyah berpendapat anjing itu tidak najis, termasuk air liurnya, lalu bagaimana tanggapan mereka tentang hadits :

 
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Sucinya bejana kamu yang dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali dan yang pertama dengan tanah.” (Mutafaqqun ‘alaih).

إذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا

Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka buanglah lalu cucilah 7 kali. (HR Bukhari dan Muslim).

Bukankah hadits di atas menunjukan kenajisan anjing?
Menurut madzhab Malikiyah hadits di atas tidak menunjukkan sama sekali tentang kenajisan anjing, namun perintah untuk mencuci bejana tersebut ghair makulah makna (maknanya tidak tereka) alias ta'abudi  perintahnya harus ditaati oleh seorang hamba sebagai wujud penghambaan dan kepatuhan kepada Allah semata, bukan karena alasan rasional.

Namun siapa sangka di antara madzhab Malikiyyah ada yang berpendapat bahwa perintah untuk mencuci bejana yang terkena liur itu ada alasannya ternyata, yakni karena air liur anjing mengandung banyak virus dan bisa menyebabkan rabies. Yang berpendapat seperti ini ialah kakeknya Ibnu Rusyd di dalam kitab al-Muqaddimat. Sebagaimana dalam kitab Bidayatul Mujtahid. Wallahu alam.

Perlu diketahui bahwa perbedaan ulama tentang najis atau tidaknya anjing, kembali kepada pemahaman para ahli fiqh dalam memahami nas quran dan hadits, karena nasnya tidak secara langsung mengatakan bahwa anjing itu najis, berbeda dengan nas tentang kenajisan babi, yang redaksinya sangat tegas. Itulah namanya fiqh, yakni pemahaman yang menimbulkan perbedaan perspektif dalam sebuah hukum.





Aminullah Furqoni, Lc., MA